Selasa, 29 Maret 2011

Power supply

Power supply

A power supply is a device that supplies electrical energy to one or more electric loads . Power supply adalah sebuah perangkat yang memasok listrik energi untuk satu atau lebih beban listrik . The term is most commonly applied to devices that convert one form of electrical energy to another, though it may also refer to devices that convert another form of energy (eg, mechanical, chemical, solar) to electrical energy. Istilah ini paling sering diterapkan ke perangkat yang mengubah satu bentuk energi listrik yang lain, meskipun juga dapat merujuk ke perangkat yang mengkonversi bentuk energi lain (misalnya, mekanik, kimia, solar) menjadi energi listrik. A regulated power supply is one that controls the output voltage or current to a specific value; the controlled value is held nearly constant despite variations in either load current or the voltage supplied by the power supply's energy source. Sebuah catu daya diatur adalah salah satu yang mengontrol tegangan output atau arus ke nilai tertentu, nilai dikendalikan diadakan hampir konstan meskipun variasi baik dalam arus beban atau tegangan yang diberikan oleh pasokan energi's sumber daya.
Every power supply must obtain the energy it supplies to its load, as well as any energy it consumes while performing that task, from an energy source. Setiap pasokan listrik harus mendapatkan pasokan energi untuk memuat-nya, juga setiap energi yang mengkonsumsi sambil melakukan tugas itu, dari sumber energi. Depending on its design, a power supply may obtain energy from: Tergantung pada desainnya, pasokan listrik dapat memperoleh energi dari:
  • Electrical energy transmission systems. sistem transmisi energi listrik. Common examples of this include power supplies that convert AC line voltage to DC voltage. Contoh umum ini meliputi pasokan listrik yang mengkonversi AC tegangan line untuk DC tegangan.
  • Energy storage devices such as batteries and fuel cells . Penyimpanan energi perangkat seperti baterai dan sel bahan bakar .
  • Electromechanical systems such as generators and alternators . Elektromekanis sistem seperti generator dan alternator .
  • Solar power . Solar power .
A power supply may be implemented as a discrete, stand-alone device or as an integral device that is hardwired to its load. Power supply bisa diimplementasikan sebagai berdiri, sendiri perangkat diskrit atau sebagai perangkat integral yang bawaan untuk me-load-nya. In the latter case, for example, low voltage DC power supplies are commonly integrated with their loads in devices such as computers and household electronics. Dalam kasus terakhir, misalnya, tegangan rendah DC pasokan listrik biasanya terintegrasi dengan beban mereka di perangkat seperti komputer dan elektronik rumah tangga.
Constraints that commonly affect power supplies include: Kendala yang sering mempengaruhi pasokan listrik meliputi:
  • The amount of voltage and current they can supply. Jumlah tegangan dan arus mereka dapat memasok.
  • How long they can supply energy without needing some kind of refueling or recharging (applies to power supplies that employ portable energy sources). Berapa lama mereka dapat pasokan energi tanpa perlu beberapa jenis pengisian bahan bakar atau mengisi ulang (berlaku untuk pasokan listrik yang menggunakan sumber energi portabel).
  • How stable their output voltage or current is under varying load conditions. Bagaimana tegangan output stabil atau saat berada di bawah kondisi beban yang bervariasi.
  • Whether they provide continuous or pulsed energy. Apakah mereka menyediakan energi terus menerus atau berdenyut. 

Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/power supply

Demokrasi Liberal Vs Demokrasi Pancasila

Demokrasi Liberal Vs Demokrasi Pancasila

Saat ini, demokrasi merupakan salah satu konsep yang sangat populer dalam bernegara. Demokrasi dianggap sebagai sebuah konsep ideal dalam kehidupan bernegara, pengertian demokrasi yang sering kita dengar adalah dari Abraham Lincoln, beliau mendefinisikan demokrasi sebagai Pemerintahan dari, oleh, dan untuk Rakyat. Pengertian atau pun definisi lain juga di ungkapkan oleh Hans Kelsen, Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat, dimana yang melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara. Inti dari kedua pengertian mengenai demokrasi ini adalah, rakyat sebagai suatu komponen utama dalam demokrasi.
Seperti suatu keharusan, saat ini demokrasi merupakan dasar dalam kehdupan dalam bernegara, begitu juga halnya bagi Indonesia. Demokrasi saat ini merupakan trend tersendiri untuk penyelengaraan kehudupan bernegara. Tapi sebuah pertanyaan khususnya dari saya tersendiri, sebenarya apakah demokrasi merupakan sebuah cara dalam benegara untuk mencapai kesejahteraan atau sebuah tujuan untuk dicapai ketika rakyat sudah sejahtera?
Dalam kehidupan benegara Indonesia sebenarnya mengenal suatu konsep, yaitu ideology Pancasila. Pancasila merupakan suatu konsep yang merupakan murni berasal dari nilai-nilai yang ada dalam jatidiri bangsa Indonesia. Tapi banyak yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan hal yang terlalu  Utopis untuk diterapakan bahkan untuk diciptakan. Inilah yang meyebakan Pancasila kian tersingkir dari pertarungan ideologi, bahkan dalam PEMILU.
Membicarakan Pancasila saat ini dalam bernegara seperti hal yang tabu. Kuno dan Utopis adalah hal yang kita kenal dari Pancasila saat ini. Demokrasi dianggap lebih mungkin dan ideal untuk dicapai. Padahal dalam hal demokrasi, dalam pancasila juga terdapat hal yang selama ini kita anggap sebagai demokrasi, tetapi bukan sebuah konsep demokrasi liberalisme. Jika konsep demokrasi liberalisme lebih menekankan bahwa one man, one vote, one value, intinya demokrasi liberal lebih menitiktekankan pada hak individu yang kemudian akan melahirkan dan memunculkan suatu identitas baru dalam individu ataupun kelompok dalam masyarakat, yaitu mayoritas dan minoritas, pemenang dan pecundang. Sedangkan dalam Pancasila, demokrasi dicapai dalam sebuah sistem perwakilan yang kemudian antara mayoritas dan minoritas tidak akan ada pembedaan hak dan tidak akan terlihat, hal ini disebabkan adalah sistem keterwakilan yang dimiliki Pancasila didasarkan atas hikmat dan kebijaksanaan yang dicapai melalui musyawarah bersama, sebagaimana tercantum dalam sila keeempat dalam Pancasila.
Model Demokrasi Pancasila pernah disalah atikan penerapannya pada masa Orde Baru. Orde Baru yang menggunakan demorasi sistem keterwakilan yang ada dalam Pancasila bukan untuk mengakomodasi kepeningan dan keinginan bersama masyarakat Indonesia, tetapi malah dignakan sebagai salah satu upaya untuk memenui hasrat kekuasaan pada saat itu. Masa Orde Baru telah selesai dengan peristiwa reformasi pada tahun 1998, peristiwa ini bukan membawa kita pada pembenahan sistem demokrasi Pancasila yang disalah artikan pada masa Orde Baru, tetapi malah membuka gerbang Indonesia kearah Demokrasi Liberal yang sampai saat ini masih diterapkan oleh Tanah Air Tercinta kita ini.
Kalo menurut pendapat pribadi saya, Indonesia saat ini telah keluar dari jalur yang sebagaimana dikehendaki oleh para proklamator kemerdekaan negara ini. Pacasila yang seharusnya menjadi pagar kita dalam bernegara, saat ini telah telupakan sehingga dapat dengan mudahnya nilai-nilai asing yang sebenarnya tidak sesuai dengan jatidiri bangsa ini masuk, termasuk dalam halnya penerapan sistem bernegara melalui demokrasi liberal. Apakah perjuangan reformasi yang telah memakan korban dapat dikatakan sia-sia? Apakah PEMILU yang telah mengeluarkan trilunan rupiah dapat dikatakan mubazir? Ketika realita yang hadir setelah reformasi dan pemilu masih banyak masyarakat Indonesia yang terkekang haknya. Pertanyaan terbesarnya adalah dimanakah nilai Pancasila sebagai ideologi, apakah kita juga termasuk yang lupa terhadap nilai-nilai Pancasila?





Demokrasi Indonesia

Tulisan ini merupakan Opini Sajidiman Surjohadiprodjo, Mantan Gubernur Lemhanas dan Mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang (dimuat pada Harian Kompas, edisi Kamis, 3 Maret 2011).  Beliau mempertanyakan kembali kebanggan yang selama ini melingkupi para pemimpin negara tentang Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar.
Para pemimpin negara kita dan sementara kaum politik suka menyatakan kebanggaannya bahwa Republik Indonesia telah menjadi negara demokrasi ketiga di dunia setelah AS dan India yang penduduknya lebih banyak. Tepatkah kebanggaan itu?
Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu lebih dahulu kita tetapkan apa yang dimaksudkan dengan demokrasi. Menurut Webster’s College Dictionary, demokrasi adalah satu bentuk pemerintahan yang kekuasaan utamanya ada di tangan rakyat.
Namun, pengertian demokrasi yang universal ini dilaksanakan tidak sama di berbagai negara di dunia. Bangsa-bangsa melaksanakan demokrasi sesuai dengan pikiran dan perasaan yang hidup di bangsa itu. Maka, yang beda falsafah hidupnya tentu juga beda melaksanakan demokrasi.
Bahkan, tidak sedikit bangsa Barat dengan falsafah hidup sama, yaitu individualisme-liberalisme, toh beda melaksanakan demokrasi karena pengaruh sejarah dan kepribadian masing-masing, seperti perbedaan antara Inggris dan Perancis.
Itu berarti bahwa kurang benar pendapat sementara orang bahwa demokrasi adalah kehidupan yang ada di Amerika Serikat (AS) yang negara terkuat di dunia, dan bahwa demokrasi di Indonesia harus seperti yang terjadi di sana.
Dibajak
Demokrasi di AS dilandasi falsafah hidup bangsa itu, yaitu individualisme-liberalisme. Sementara falsafah hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila dan telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara yang hingga kini tidak berubah.
Karena Pancasila berbeda secara fundamental dari individualisme-liberalisme, adalah tidak benar untuk menganggap demokrasi di AS cocok dengan pikiran dan perasaan rakyat Indonesia. Demokrasi di Indonesia baru cocok untuk bangsanya apabila didasarkan Pancasila.
Namun, celaka bagi bangsa Indonesia bahwa reformasi yang dilakukan pada tahun 1998 dipimpin orang-orang yang kurang menyadari hal itu. Akibatnya, reformasi dibajak pihak-pihak yang memperjuangkan sikap hidup individualisme-liberalisme.
Memang bangsa Indonesia memerlukan reformasi, atau lebih tepat restorasi, untuk memperbaiki kondisi bangsa yang kurang baik. Akan tetapi, karena kurang waspada, reformasi dapat ditunggangi pihak-pihak tertentu sehingga menjadi salah arah. Itulah sebabnya, masuknya individualisme-liberalisme secara deras dalam masyarakat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti terjadinya kebebasan yang kebablasan dalam berbagai aspek kehidupan.
Dampak lain adalah makin banyak masuknya paham neoliberalisme dalam kebijakan pemerintah, terutama dalam ekonomi, yang kurang memerhatikan kepentingan rakyat banyak. Bahkan, kemudian dilakukan amandemen terhadap konstitusi bangsa, UUD 1945, dan mengubahnya secara mendasar dari kondisi asalnya. Sekalipun Pembukaan UUD 1945 menguraikan Pancasila sebagai dasar negara, Batang Tubuh dipenuhi pasal-pasal yang bertentangan dengan Pembukaan.
Negara dan masyarakat dengan dasar Pancasila selalu mengusahakan harmoni antara orang per orang dan rakyat banyak. Oleh karena itu, demokrasi di Indonesia berbeda sekali dasarnya dari demokrasi liberal yang mengutamakan hak individu. Demokrasi di Indonesia mempunyai makna dan dampak politik, ekonomi, dan sosial. Sementara demokrasi liberal terutama bersifat politik dengan landasan satu orang satu suara.
Demokrasi politik di Indonesia tak hanya memerhatikan terpilihnya wakil rakyat, tetapi yang tidak kalah penting adalah keterwakilan semua golongan masyarakat dan daerah di Indonesia. Karena itu, tidak relevan sama sekali mengatakan Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga di dunia dengan membandingkan Indonesia dengan AS atau negara lain yang melaksanakan demokrasi liberal. Yang lebih penting adalah melaksanakan demokrasi di Indonesia secara baik sesuai Pancasila sebagai dasar negara.
Konstitusi harus kembali sesuai Pancasila. Untuk itu, UUD 1945 harus sepenuhnya, baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh, menguraikan apa yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan falsafah dan dasar negara.
Demokrasi ekonomi harus terwujud dengan kondisi kesejahteraan rakyat yang tinggi, bebas dari kemiskinan dan keterbelakangan, serta penuh peluang dan kesempatan untuk berkembang maju dalam setiap aspek kehidupan.
Demokrasi sosial harus berkembang dalam masyarakat yang hidup dengan dasar gotong royong, tergambar dalam sikap hidup harga-menghargai di antara semua orang dan golongan sekalipun beda agama, etnik, kondisi materiil, dan lainnya.
Masyarakat dan kenyataan yang demikianlah yang harus diusahakan para pemimpin di Indonesia, khususnya para pemimpin yang mengendalikan pemerintahan. Sebab, itulah yang diinginkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan atau kuasa utama di negara ini.

Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi Liberal Vs Demokrasi Pancasila